Kami bertiga, Kamu bertiga

12 04 2010

Ketika kapal seorang Uskup berlabuh untuk satu hari di sebuah pulau terpencil, ia bermaksud menggunakan hari itu sebaik-baiknya. Ia berjalan-jalan menyusuri pantai dan menjumpai tiga orang nelayan sedang memperbaiki pukat. Dalam bahasa Inggeris pasaran mereka menerangkan, bahwa berabad-abad sebelumnya mereka telah dibaptis oleh para misionaris. ‘Kami orang Kristen,’ kata mereka sambil dengan bangga menunjukan dada.

Uskup amat berkesan. Apakah mereka tahu doa Bapa Kami? Ternyata mereka belum pernah mendengarkannya. Uskup terkejut sekali. Bagaimana orang-orang ini dapat menyebut diri mereka Kristen, kalau mereka tidak mengenal sesuatu yang begitu dasariah seperti doa Bapa Kami?

‘Lantas, apa yang kamu ucapkan bila berdoa?’

‘Kami memandang langit. Kami berdoa : ‘Kami bertiga, Kamu bertiga, Kasihanilah kami’ Uskup heran akan doa mereka yang primitif dan jelas bersifat bidaah¬¬ ini. Maka sepanjang hari ia mengajarkan mereka berdoa Bapa Kami. Nelayan-nelayan itu sulit sekali menghafal, tetapi mereka berusaha sebisa-bisanya. Sebelum berangkat lagi pada pagi hari berikutnya, Uskup merasa puas. sebab, mereka dapat mengucapkan doa Bapa Kami dengan lengkap tanpa satu kesalahan pun.

Beberapa bulan kemudian kapal Uskup kebetulan melewati kepulauan itu lagi. Uskup mondar-mandir di geladak sambil berdoa malam. Dengan rasa senang ia mengenang, bahwa di salah satu pulau yang terpencil itu ada tiga orang yang mampu berdoa Bapa Kami dengan lengkap berkat usahanya yang penuh kesabaran. Sedang ia termenung secara kebetulan ia melihat seberkas cahaya di arah timur. Cahaya itu bergerak mendekati kapal. Sambil memandang keheran-heranan, Uskup melihat tiga sosok tubuh manusia berjalan di atas air, menuju ke kapal. Kapten kapal menghentikan kapalnya dan semua pelaut berjejal-jejal di pinggir geladak untuk melihat pemandang ajaib ini.

Ketika mereka sudah dekat, barulah Uskup mengenali tiga sahabatnya, para nelayan dulu. ‘Bapak Uskup’, seru mereka, ‘Kami sangat senang bertemu Bapak lagi. Kami dengar Bapak melewati pulau kami, maka cepat-cepat kami datang.’

‘Apa yang kamu inginkan?’ tanya Uskup tercengang-cengang.

‘Bapak Uskup,’ jawab mereka, ‘Kami sungguh-sungguh amat menyesal. Kami lupa akan doa yang bagus itu. Kami berkata: Bapa Kami Yang ada di Surga, dimuliakanlah namaMu; datanglah kerajaanMu …. lantas kami lupa. Ajarilah kami sekali lagi seluruh doa itu!’

Uskup merasa rendah diri: ‘Sudahlah, pulang saja, saudara-saudaraku yang baik, dan setiap kali kamu berdoa, katakanlah saja: Kami bertiga, Kamu bertiga, Kasihanilah kami.’

Aku kadang-kadang melihat wanita-wanita tua berdoa rosario tak habis-habisnya di gereja. Bagaimana mungkin Tuhan dimuliakan dengan suara bergumam yang tidak keruan itu? Tetapi setiap kali aku melihat mata mereka atau memandang wajah mereka menengadah, di dalam hati aku tahu, bahwa mereka lebih dekat dengan Tuhan dari pada banyak orang terpelajar.

From : Burung berkicau, A.de Mello SJ


Aksi

Information

Tinggalkan komentar